BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Tingginya
tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan visum.
Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun
permintaan visum biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum
maupun swasta, tidak menutup kemungkinan permintaan visum diajukan
kepada kita sebagai dokter umum pada saat kita melakukan tugas PTT di
suatu daerah. Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib dapat melakukan
visum dan membuat laporannya melalui V et R.
Dalam
setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya,
pada setiap kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang
tertinggal, seperti yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan
Italia yang bernama E. Ferri, 1859-1927, bahwa ada yang dinamakan ”saksi
diam” yang terdiri antara lain atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda
yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda atau tubuh
manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari tempat
kejadian.
5. Benda-benda
yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang mengalami kekerasan
atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau senjata yang dipakai
ataupun berasal dari si penjahat sendiri. (10)
Bila ”saksi diam” tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu forensik (forensic sciences)
maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan dapat terungkap dan bahkan
korban yang sudah membusuk atau hangus serta pelakunya akan dapat
dikenali. Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk kepentingan
pengadilan perlu diketahui apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian
meninggal karena pembunuhan atau memang lahir mati, dengan mudah dapat
kita ketahui dengan melakukan pemeriksaan hidrostatik, dimana bila
jaringan paru yang dicelupkan ke dalam air tawar tersebut mengapung maka
bayi tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup.
Oleh
sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium
sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam membantu kita
sebagai si pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian
kejahatan, karena dengan mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang
laboratorium sederhana apa saja yang dapat dilakukan dalam kasus-kasus
tertentu, apa yang kita lakukan menjadi tepat guna. Sehingga dapat
membantu terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan suatu kasus
kejadian kejahatan seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa
”melalui visum, barang/ benda yang tidak bernyawa dan tidak bergerak
dapat dibuat berbicara oleh para dokter yang melakukan visum melalui V
et R.”
- Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan adanya perumusan masalah yaitu :
-
- Apa saja pemeriksaan laboratorium sederhana?
- Bagaimana cara melakukannya dan interpretasi hasilnya?
- Bagaimana implementasinya pada kasus-kasus tertentu?
- Tujuan
Penyusunan
refarat ini bertujuan agar tenaga medis khususnya para dokter umum yang
diwajibkan untuk dapat melakukan visum dan membuat V et R, dapat
mengetahui dan memahami macam-macam pemeriksaan laboratorium sederhana
yang ada pada ilmu forensik dan dapat menentukan pemeriksaan
laboratorium sederhana yang dapat dilakukan pada kasus tertentu untuk
membantu mengetahui penyebab kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
- Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana
Tidak
ada literatur yang secara jelas membatasi kata ”sederhana” pada
pemeriksaan laboratorium sederhana forensik ini, untuk itu kami
membatasinya sendiri, yaitu pemeriksaan laboratorium yang dalam
pengerjaannya mudah, dengan alat dan reagen yang murah dan mudah didapat
namun memberi nilai manfaat yang besar.
- Macam-macam Pemeriksaan Laboratorium Sederhana dan Pelaksanaannya
1. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah
Pemeriksaan
bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer
pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap
bercak darah ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan
kriminil. (1)
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut.
Sebelum
dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita
harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan diatas, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
a. Persiapan
Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam dalam larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis bila menempel pada pakaian.
b. Pemeriksaan Penyaringan (presumptive test)
Ada
banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang
hasilnya positif saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 ——> H2O + On
Reagen —-> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan
penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi benzidine dan
reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan jenuh
Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan
dipanaskan dengan biji – biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang
tidak berwarna. (1)
Hasil
positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua
reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. (2)
1. Reaksi Benzidine (Test Adler) (1), (2)
Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi darah lainnya.
Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama
dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup
bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk
melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring.
2. Reaksi Phenolphtalein (Kastle – Meyer Test) (1)
Prosedur
test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak menggunakan
Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906),
zat ini menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test
identifikasi darah.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda pada kertas saring.
c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi Pada Darah (1), (2)
Setelah
didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka
dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan
darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin (hemin) dan
hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat
dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa yang
diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal
hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan
mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.
a. Test Teichman (Tes kristal haemin)
Pertama
kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test diawali dengan memanaskan
darah yang kering dengan asam asetat glacial dan chloride untuk
membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian diamati di
bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk belah-belah
ketupat dan berwarna coklat. (1)
Cara pemeriksaan:
Seujung
jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1 butir
kristal NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup
dan dipanaskan.
Hasil:
Hasil
positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang berbentuk
batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik. (1)
Kesulitan :
Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.
b. Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)
Apabila
heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan pyridine
dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa,
Kristal pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk. (2)
Cara kerja:
Tempatkan
sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas objek dan
biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan sampel. Setelah
fase dipanaskan, lihat di bawah mikroskop.
Hasil :
Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna merah jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan:
Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda
darah yang menempel pada baju. Selain itu test ini juga memunculkan
hasil positif pada sampel yang mempunyai hasil negative pada test
Teichmann. (1)
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk memastikan bercak tersebut berasal dari darah, yaitu :
c. Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung
jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir
pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan
kaca penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian pada satu sisi
diteteskan aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer, kemudian
dipanaskan.
Hasil:
Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna
coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan
bercak darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah
yang struktur kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah yang sudah
lama sekali, terbakar dan sebagainya.
2. Cara serologik
Pemeriksaan
serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Untuk
itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human globulin)
serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah
tertentu.
Prinsip
pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan
antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.
a. Test Presipitin Cincin (2)
Test
Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua
cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak
dari bercak darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum
ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah
ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada
temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan
antibody akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua
cairan. (1)
Hasil:
Akan
terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua
larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan
muncul reaksi apapun.
b. Reaksi presipitasi dalam agar. (1), (2)
Cara pemeriksaan :
Gelas
obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan
selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada
agar dengan diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh
lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di
tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di
lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama satu malam.
Hasil :
Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan lubang tepi.
Pembuatan agar buffer :
1
gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100
mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
tempatkan dalam penangas air mendidih sampai terbentuk agar cair.
Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan digunakan dapat
dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk
melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang
dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet.
Selain dua tes tersebut terdapat juga tes yang digunakan untuk mengkonfirmasi bercak darah tersebut, yaitu :
3. Pemeriksaan Mikroskopik (4)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas
mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak berinti,
sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti Bila
terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel –sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.
Pemeriksaan
lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar bercak
darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :
Penentuan Golongan Darah (1), (4)
American
Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai
kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan
darah secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur
hidup dapat diperiksa karena berbeda pada tiap individual.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
§ Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
§ Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen yang masih dapat di deteksi;
§ Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
§ Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh
Penentuan
golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan
golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke
atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang
terjadi pada suatu antiserum merupakan golongan darah bercak yang
diperiksa, contoh bila terjadi aglutinasi pada antiserum A maka golongan
darah bercak darah tersebut adalah A.
Figure1. Penentuan golongan darah ABO cara makroskopik
Bila sel darah merah sudah rusak
Penentuan
golongan darah dapat dilakukan dengan cara menentukan jenis aglutinin
dan antigen. Antigen mempunyai sifat yang jauh lebih stabil dibandingkan
dengan aglutinin. Di antara system-sistem golongan darah, yang paling
lama bertahan adalah antigen dari system golongan darah ABO.
Penentuan
jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi
elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusi dengan prosedur sebagai berikut: (2)
Cara pemeriksaan :
2-3
helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil
alcohol selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering.
Selanjutnya dilakukan penguraian benang tersebut menjadi serat-serat
halus dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang yang
tidak mengandung bercak darah sebagai control negative.
Serat
benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama
diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga
serabut benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung
tersebut disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius
selama satu malam.
Lakukan
pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat
Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel
indicator (sel daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B
pada tabung kedua), pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit.
Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan kemudian tambahkan
1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat
Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain.
Tambahkan 1 tetes suspense sel indicator ke dalam masing-masing tabung,
biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000
RPM.
Hasil :
Pembacaan
hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti
darah mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
Pemeriksaan
golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal ini
berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin
muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu
atau kedua orang tuanya. Orang
tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada
anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang
tua yang bergolongan darah AB).
Perlu
diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan
(probabilitas), sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak
dapat dipastikan, namun sebaliknya kita dapat memastikan seseorang
adalah bukan ayah seorang anak (“singkir ayah”/”paternity exclusion”).
Contoh-contoh kasus.
Bayi tertukar.
Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
|
Bayi II
|
|
A
|
O
|
|
Pria
|
O
|
AB
|
Wanita
|
O
|
O
|
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
|
Bayi II
|
|
AB
|
A
|
|
Pria
|
A
|
AB
|
Wanita
|
B
|
O
|
Jelas
bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II,
sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I
mungkin saja mempunyai anak bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
|
|
Bayi
|
B MNS Rhesus +
|
Ibu
|
A MNS Rhesus +
|
Pria I
|
AB MNS Rhesus +
|
Pria II
|
O MS Rhesus +
|
Pria III
|
A MNS Rhesus +
|
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.
Golongan Darah
|
|
Anak
|
O MNS Rhesus +
|
Ibu
|
A MS Rhesus +
|
“Ayah”
|
B MS Rhesus +
|
Anak tersebut pasti bukan anak dari “Ayah” tersebut.
Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang sama seperti diatas.
Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan pemeriksaan darah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(2)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i. Ambil
2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah
korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan
masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga warna merah
pada kedua tabung kurang lebih sama.
ii. Tambahkan
pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok.
Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan karena
segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang mengandung COHb
tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu, tergantung pada konsentrasi
COHb, karena COHb lebih bersifat resisten terhadap pengaruh alkali.
COHb dengan kadar saturasi 20% memberi warna merah muda (pink) yang
bertahan selama beberapa detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna
menjadi coklat kehijauan.
iii. Perlu
diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji
dilusi alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan
darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat resisten
terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah
yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama banyaknya.
Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan terbentuk koagulat
berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Semakin tinggi
kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya. Sedangkan pada darah normal
akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida à CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Ã Pd + CO2 + HCl
Paladium
(Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna
hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan warna
hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah dengan kadar COHb
yang diketahui, maka dapat ditentukan konsentrasi COHb secara semi
kuantitatif.
2. Pemeriksaan Alkohol(2)
Bau
alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol
darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai
pilihan kedua. Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat
diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan
tubuh lain seperti cairan serebrospinalis.
Penentuan
kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar alkohol dalam
darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum alkohol. Pada
mayat, alkohol dapat didifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya
termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan toksikologik,
diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau femoralis).
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut :
Letakkan
2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan
melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian
tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml
akuades. Sebarkan 1 ml darah yang akan diperiksa dalam ruang sebelah
luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar
pada sisi berlawanan.
Tutup
sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah bercampur
dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada
temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada
reagen Antie.
Warna
kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan warna hijau
kekuningan sekitar 300mg %.
Kadar
alkohol darah yang diperoleh dari pemeriksaan belum menunjukkan kadar
alkohol darah pada saat kejadian. Hasil ini akibat dari pengambilan
darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga yang dilakukan
adalah perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian. Meskipun kecepatan
eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun pada perhitungan harus juga
dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalah perkiraan
kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg% per jam
digunakan dalam perhitungan. Sebagai contoh, bila ditemukan kadar
alkohol darah 50mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan
memberikan angka 80 mg% pada saat kejadian.
3. Pemeriksaan Insektisida(2)
Untuk pemeriksaan toksikologik insektisida perlu diambil darah, jaringan hati, limpa, paru-paru dan lemak badan.
Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara tintimeter (Edson) dan cara paper-strip (Acholest).
Cara Edson : berdasarkan perubahan pH darah
AChE
Ach —— > kolin + asam asetat
Ambil
darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru, diamkan beberapa
saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan warna yang timbul
dengan warna standar pada comparator disc (cakram pembanding), maka dapat ditentukan AchE dalam darah.
Table. Interpretasi Hasil pada Tes Edson.
% aktifitas AchE darah
|
Interpretasi
|
75% – 100% dari normal
|
Tidak ada keracunan
|
50% – 75% dari normal
|
Keracunan ringan
|
25% – 50% dari normal
|
Keracunan
|
0% – 25% dari normal
|
Keracunan berat
|
Cara Acholest :
Ambil
serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest bersamaan dengan
kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach dan
indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan
warna harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu
warna kuning telur.
Interpretasi :
Kurang dari 18 menit à tidak ada keracunan
20-35 menit à keracunan ringan
35-150 menit à keracunan berat
Kromatografi lapisan tipis (TLC)
Kaca
berukuran 20 x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan
aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 derajat celcius selama 1
jam.
Filtrat
yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban)
diteteskan dengan mikropipet pada kaca. Disertai dengan tetesan lain
yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai
pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya
n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan
daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik ke atas sambil melarutkan
filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot
dengan reagensia Paladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan
Difenilamin 0,5% dalam alkohol.
Hasilnya :
Warna
hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi. Warna hijau
dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk menentukan jenis
dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf masing-masing bercak.
Rf = jarak yang ditempuh bercak
Jarak yang ditempuh pelarut
Angka
yang didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat ditentukan.
Dengan membandingkan besar bercak dan intensitas warnanya dengan
pembanding, dapat diketahui konsentrasi secara semikuantitatif.
4. Pemeriksaan Sianida(2)
Uji kertas saring.
Kertas
saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan hingga
menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban,
diamkan sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3 10 % 1 tetes. Uji positif bila terbentuk warna ungu.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HNO3
1%, kemudian ke dalam larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah itu
kertas saring dipotong-potong seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai
untuk pemeriksaan masal pada pekerja yang diduga kontak dengan CN.
Caranya dengan membasahkan kertas dengan ludah di bawah lidah. Uji
positif bila warna berubah menjadi biru. Hasil uji berwarna biru muda
meragukan sedangkan bila warna tidak berubah (merah muda) berarti tidak
dapat keracunan.
Kertas
saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan dipotong kecil-kecil. Kertas
tersebut dicelupkan ke dalam darah korban, bila positif maka warna akan
berubah menjadi merah terang karena terbentuk sianmethemoglobin.
2.a. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa (2), (5)
Cairan
mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas.
Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik
menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan
normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 –
7,6.
Cairan
mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung
spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa
mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang
bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.
Sperma
itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 – 5
jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai
sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat
ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya
ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik
Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan
cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil
lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang
gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin
dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput darah masih utuh,
pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
- Bahan pemeriksaan : cairan vagina
- Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan
satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa
dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya
disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan
spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu
ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang sampai 6
hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat
ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama
lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat
sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara
pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah pulasan
dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
Buat
sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara,
dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit,
cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 % dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan
dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit
tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah
muda, ekornya berwarna hijau
Bila
persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini
terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan
vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk
membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari ditemukan
cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium
:
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan
tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak tersebut
adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada
setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan pemeriksaan
lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan tidak
ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan
tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya
enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar
prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat.
Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
§ Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
§ Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
§ Asam asetat glasial 10 ml (3)
§ Askuades 100 ml (4)
(2)
dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89
ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol
yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat
bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu
reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan
yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu
dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring
diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu
reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena
intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak
yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan
intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut
memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi
30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 – 65
detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu
reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat
cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi
spermatozoa positif.
Enzim
fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi
rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur,
dapat mempercepat waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi
ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan spermatozoa
atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar :
Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :
§ Kalium yodida 1,5 g
§ Yodium 2,5 g
§ Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
Test
ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi
hasil postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan
mani dan hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.
c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak
diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek,
biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan
pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil
positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk
jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang
terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada
individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur,
sekret vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah
dalam cairan mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2 – 100 kali).
Hanya golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan
dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari forniks posterior vagina.
Golongan Darah Wanita
|
||||
O
|
A
|
B
|
AB
|
|
Substansi ”sendiri” dalam sekret vagina
|
H
|
A
A + H
|
B
B + H
|
A + B
|
Substansi “asing” berasal dari semen
|
A
B
A + B
|
B
H*
|
A
H*
|
H*
A + H
|
Hasil :
Adanya substansi ‘asing’ menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan mani.
4. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.
· Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada sekitarnya.
· Pada
tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan
mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1
bulan akan berwarna kuning sampai coklat.
· Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
· Dibawah sinar ultraviolet,
bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak pada sutera buatan
atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada
bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan,
urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian
sering berflouresensi juga.
b. Secara taktil (perabaan)
Bercak
mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila
tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar.
c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan :
Sehelai
kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak yang
dicurigai selama 5 – 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan
dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan
kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui
letak bercak pada kain.
d. Uji pewarnaan Baecchi
Reagen dapat dibuat dari :
§ Asam fukhsin 1 % 1 ml
§ Biru metilen 1 % 1 ml
§ Asam klorida 1 % 40 ml
Cara Pemeriksaan :
Gunting
bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian pusat bercak.
Bahan dipulas dengan reagen Baecchi selama 2 – 5 menit, dicuci dalam HCL
1 % dan dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70 %, 80 % dan
95 – 100 % (absolut). Lalu dijernihkan dalam xylol (2x)dan keringkan di
antara kertas saring.
Ambillah
1 – 2 helai benang dengan jarum.Letakkan pada gelas objek dan uraikan
sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan kaca penutup dan
balsem Kanada. Periksa dengan mikroskop pembesaran 400 x.
Hasil :
Serabut
pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan
ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.
Pemeriksaan Pria Tersangka (2)
Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan dengan seseorang wanita.
Cara lugol
Kaca
objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian
kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan
agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan
sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena
mengandung banyak glikogen.
Untuk
memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan
pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari
barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran
inti dengan diameter kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam
dan terletak pada satu dataran fokus dengan inti.
Kelemahan
pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah berlangsung
lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka
pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada
dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa
dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap
korban
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.
2.b. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Lainnya
Air Liur (2), (9)
Air
liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur
(saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid,
ion-ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain.
Dalam
bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk
kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah
pengigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam golongan
sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Reagen
yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari
laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H
dapat dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir.
Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi
dikocok dengan mesin pengocok selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit
dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan supernatan disaring dan dapat segera
dipergunakan.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah diketahui golongan sekretor atau non sekretor.
Cara absorpsi inhibisi :
Basahkan
bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan air liur
atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung reaksi, lalu
panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil
supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada suhu 20 °C.
Dalam
tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absopsi.
Selama
menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan.
Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti
A, anti B dan anti H dengan cara yang sama.
SDM
yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum
+ air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.
Urine
a. Pemeriksaan untuk Timbal (2)
Normal
kadar Pb dalam darah kurang dari 60 mikro gr/ 100 ml. Bila lebih dari
70 mikro gr/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari 100
mikro gr/100 ml berarti telah terjadi keracunan.
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat dengan cara sebagai berikut :
Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk endapan PbSO4
berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi
larut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin
sebaiknya digunakan urin 24 jam.
Dalam
urin kadar Pb normal 0,5 mikro gr/ 100 ml. Pemaparan abnormal bila sama
atau lebih besar dari 8 mikro gr/ 100 ml, sedangkan keracunan bila sama
atau lebih besar dari 20 mikro gr/ 100 ml. Pada keracunan didapatkan
pula kadar koproporfirin 80 mikro gr/ 100 ml kreatin, dan d-ALA 2 mg/
100 mg kreatin.
Uji Koproporfirin
Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan uji sebagai berikut :
5 cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga pH kurang dari 4, kemudian ditambahkan 5 tetes H2O2
3% dan 5 cc eter, lalu dikocok. Lapisan air dibuang dan lapisan eter
diambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCl 1,5 N, kocok, lapisan asam
diambil, lihat dengan sinar UV. Bila berwarna merah berarti terdapat
koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti negatif.
Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan untuk skrining masal.
b. Pemeriksaan untuk Alkohol
Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, bau alkohol bukan merupakan diagnosis
pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara
ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban
meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam
otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinalis.
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam urin yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut :
Letakkan
2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan
melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian
tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml
akuades. Sebarkan 1 ml urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar
dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada
sisi berlawanan.
Tutup
sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya urin bercampur
dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada
temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada
reagen Antie.
Warna
kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan warna hijau
kekuningan sekitar 300mg %.
3. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Rambut (2), (6), (7), (8)
Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula
merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya terletak korteks
yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen. Di tempat
yang paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung pigmen dalam
jumlah terbanyak.
Rambut
manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula
yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25
mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau
menonjol.
Pigmen
pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada hewan
padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan
diameter rambut manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3,
sedangkan indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar.
Pemeriksaan indeks medula merupakan pemeriksaan terpenting untuk
membedakan rambut manusia dari rambut hewan.
Berdasarkan
asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala; alis, bulu
mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak
dan rambut kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara
jenis-jenis rambut tersebut di atas.
Rambut
kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang dengan
penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval
atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung
umumnya relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan
dan rambut ketiak lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek.
Pemeriksaan
mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian tengah dan
ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh
disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri
mempunyai akar yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong
benda tajam, dengan mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat
benda tumpul akan terlihat terputus tidak rata.
Panjang
rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin.
Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan
pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein.
Pada rambut wanita dapat ditemukan adanya kromatin seks pada inti
sel-sel tersebut.
Perkiraan
umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut sukar sekali
dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka
rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada
dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya
rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse.
Rambut ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.
Rambut,
baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh manusia yang
dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan peradilan, antara
lain tentang :
a. saat korban meninggal dunia
b. sebab kematian
c. jenis kejahatan
d. identitas korban
e. identitas pelaku
f. benda/ senjata yang digunakan
informasi
tersebut di atas diperoleh dengan meneliti sifat-sifat gambaran
mikroskopik serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau
racun tertentu.
a. Saat meninggal dunia
Sifat- sifat dari rambut dapat dipakai untuk menentukan saat kematian korban antara lain :
§ Tingkat pertumbuhannya, yaitu sekitar 0,4 mm per hari
Pertumbuhan
tersebut akan berhenti jika orang meninggal dunia. Atas sifat tersebut
maka saat kematian dapat diperhitungkan asalkan diketahui kapan korban
terakhir kali mencukur rambutnya.
Memang
ada pendapat yang menyatakan bahwa rambut orang yang baru saja
meninggal dunia masih dapat tumbuh menjadi lebih panjang, tetapi
sebetulnya bertambah panjangnya rambut tersebut disebabkan oleh
menuyusutnya kulit.
§ Lepasnya rambut akibat pembusukan.
Jika kematian sudah berlangsung 48 – 72 jam maka rambut kepala akan mudah lepas.
§ Perubahan warna
Perubahan
warna rambut juga dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian. Pada
penguburan yang dangkal perubahan warna terjadi sesudah 1 – 3 bulan,
sedang pada penguburan yang dalam sesudah 6 – 12 bulan.
b. Sebab kematian
Informasi
tentang sebab kematian juga dapat diperoleh melalui rambut mengingat
beberapa racun tertentu, terutama racun metalik, disimpan di bagian
tubuh tersebut.
c. Jenis kejahatan
Mengenai
jenis kejahatan yang terjadi dapat diperkirakan dengan melihat macam
rambut yang ditemukan. Adanya rambut pubes pada tubuh korban memberikan
dugaan adanya tindak pidana perkosaan atau tndak pidana seksual lainnya
dan adanya rambut binatang pada tubuh manusia atau sebaliknya juga dapat
memberikan perkiraan adanya bestialiti.
d. Identitas korban
Rambut
mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia
sehingga dapat dijadikan sarana identifikasi bagi mayat-mayat tidak
dikenal yang sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas
personal tetapi dari rambut paling tidak dapat ditemukan umur, jenis
kelamin, ras, dan sebagainya.
e. Identitas pelaku
Rambut
juga dapat dipakai sebagai sarana identifikasi guna mengetahui
identitas pelakunya. Sebagaimana diketahui bahwa pada tindak pidana
perkosaan dan pembunuhan, sering ditemukan rambut pelaku tertinggal atau
berhasil dijambak oleh korban sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan identifikasi.
f. Benda/ senjata yang digunakan
Kerusakan
pada rambut kadang-kadang menunjukkan ciri-ciri tertentu. Pukulan di
kepala dapat meninggalkan kerusakan kortikal pada rambut, sedangkan
tembakan senjata api dapat menyebabkan kebakaran pada rambut. Rambut
yang terbakar tersebut akan terlihat, hitam, rapuh, terpilin atau
menjadi keriting dan menimbulkan bau yang khas.
Keadaan
pangkal rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk bagaimana rambut itu
lepas. Pada pangkal rambut yang lepas secara alami akan terlihat
atrofi, sedang pada rambut yang dicabut secara paksa akan mengalami
robekan pada sarung rambut dan pada bulbus akan terlihat tak teratur.
Ditemukannya
rambut pada senjata juga dapat memberi petunjuk tentang adanya kaitan
antara senjata itu dengan kasus pembunuhan dan ditemukannya rambut pada
kendaraan bermotor juga dapat meberi petunjuk tentang keterlibatan
kendaraan tersebut dalam peristiwa tabrakan.
Jika
ditemukan rambut yang diduga ada kaitannya dengan kejahatan maka
hendaknya rambut tersebut diperiksa dengan teliti untuk mengetahui :
1. Keaslian rambut
Pemeriksaan keaslian rambut perlu dilakukan mengingat adanya berbagai serat yang bentuk dan warnanya mirip rambut.
Rambut
yang utuh biasanya terdiri atas akar, batang dan ujung. Akar ranbut
terdiri atas jaringan ikat longgar sedangkan batang rambut terdiri atas
kutikula, korteks dan medula. Serat yang bukan berasal dari rambut tidak
mempunyai susunan seperti itu. Serat sintetis misalnya, gambaran
mikroskopiknya terlihat homogen.
2. Penentuan rambut manusia atau bukan
Jika
hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa serat itu rambut maka langkah
selanjutnya adalah menentukan apakah rambut tersebut berasal dari
manusia atau hewan.
Ciri
rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula mempunyai sisik kecil
dan bergerigi, medula sempit atau kadang-kadang tak ada, kortek tebal,
index medulla kurang dari 0,3 dan pigmennya lebih ke arah perifer.
Sedangkan, ciri rambut binatang ialah kasar dan tebal, kutikula
mempunyai sisik lebar dan polihidral, medula lebar, kortek tipis, index
medulla lebih dari 0,5 dan pigmennya di perifer maupun di sentral.
Dengan tes presipitasi akan dapat dibedakan dengan tepat antara rambut manusia dan rambut binatang.
3. Identifikasi
Jika
sudah dapat dipastikan rambut manusia maka pemeriksaan lanjutan perlu
dilakukan untuk menentukan siapa pemiliknya. Perlu diketahui bahwa
rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia
sehingga dapat dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayat-mayat
yang sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas personal
seperti halnya sidik jari, tetapi dapat memberikan identitas umum,
antara lain :
a. Umur
Umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan memeriksa rambut tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan warnanya.
Tumbuhnya
rambut di berbagai bagian tubuh berbeda-beda waktunya. Rambut pubis dan
rambut ketiak misalnya, tumbuh pada masa adolesen. Selain itu warna
rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk umur dari pemiliknya. Pada
orang-orang tua warna rambut akan berubah menjadi putih. Rambut lanugo
pada bayi baru lahir mempunyai sifat halus, tidak berpigmen, tak
bermedula dengan pola sisik yang lebih seragam.
b. Jenis kelamin
Melalui
berbagai pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan jenis kelamin
dari pemilik rambut. Rambut laki-laki pada umumnya lebih kaku, lebih
kasar dan lebih gelap. Sedang rambut wanita umumnya halus, panjang dan
meruncing ke arah ujung.
Dari
distribusinya juga dapat ditentukan jenis kelaminnya. Rambut jenggot,
rambut dada dan kumis adalah khas rambut laki-laki. Penyebaran rambut
pubis antara laki-laki dan wanita juga menunjukkan gambaran yang
berbeda.
c. Ras
Untuk
menentukan jenis rasnya dapat dilihat dari warna, panjang, bentuk dan
susunan rambut. Rambut orang Eropa misalnya, berwarna pirang, kecoklatan
atau kemerahan.
- Pemeriksaan Laboratorium Forensik Lain
1. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida (2)
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan
50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas saring
(panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10%
dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4
dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol.
Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar
KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi
positif, akan terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring.
Reaksi
ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung
mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya
untuk skrining.
b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.
5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3, teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.
c. Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (‘piringan’),
dan diantara kedua flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang
digunting sebesar flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10%
rp selama 5 menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20%
selama beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara
kedua flange. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga
melewati kertas saring ber-reagensia antara kedua flange. Hasil positif
bila terjadi perubahan warna pada kertas saring, menjadi biru.
d. Kristalografi
Bahan
yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung di
masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air sampai
kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan
dipanaskan sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila
terbentuk kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon
terklorinasi.
Pemeriksaan
kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal veronal murni
mencair pada suhu 191° C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa obat yang
ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat mempunyai kristal
yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi (reaksi warna
kobalt) dengan modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan
dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah corong.
Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCl sampai
bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit.
Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang,
barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil
beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot plate.
Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2
tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan
memberi warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan
kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan kromatografi lapis
tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri ultra-violet
dan spektrofotofluorimetri.
2. Organ(2)
1) Mata
Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat diketahui melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin
akan memperlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi
bila midriasis tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya :
Ukur
diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini di dalam
ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan lagi
30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.
2) Paru – paru
a) Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru
mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung atau telah
mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus, ternyata
paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir hidup
maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,
konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar
(slack pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji
ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique),
paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya artefak pada
sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Setelah organ leaher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan
kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat
apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu setiap lobus dipisahkan dan
di masukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. 5
potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air,
dan diperhatikan apakah mengapung ataukah tenggelam.
Hingga
tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah
tekanan tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan
yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke
dalam air dan di amati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan
keluar. Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada bayi yang
telah membusuk akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan
hasil uji apung paru negatif.
Uji
apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-kecil,
mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat
buatan (pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah
bernafas walaupun kepala masih dalam vagina.
Hasil
negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresopsi. Pada hasil negatif
ini, pemeriksaan histopatologi harus dilakukan untuk memastikan bayi
lahir mati atau hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir
hidup.
Penyebab
kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri
adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah dengan
cara pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan dan
penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor dan
sebagainya. (2)
Lahir
hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara makroskopis maupun
mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak ayang dilahirkan hidup
akan tampak mengembang dan menutupi kandung jantung, tepintnya tumpul,
warnaya merah ungu dengan gambaran mozaik, lebih berat (1/35 berat
badan, pada yang lahir mati atau belum bernafas berat paru-paru
sekitar1/70 berat badan), pada perabaan teraba derik udara atau
krepitasi, bila dimasukkan ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan
dipijat akan banyak mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara
mikroskopik akan tamak jelas adanya pengembangan dari kantung-kantung
hawa (alveoli). (7)
b) Mikroskopik paru-paru.
Setelah
paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan
melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke
dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologi. Biasanya dibuat pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk
digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda
khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk, dengan
pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting,
sedangkan pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan
permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir mati mungkin juga ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi intrauterin.
Lahir
hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain,
tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong
dan uri dilahirkan.
Pada
pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun
sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah : (2)
a. Pemeriksaan diatom :
Alga
(ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2) yang
tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar,
air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila
seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan masuk
ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk
ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan
diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat telah membusuk,
pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet atau
sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang
bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan
terhadap air minum atau makanan.
b. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil
jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu Kjeldahl dan
tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam, diamkan
kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan
dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi terbentuk
dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Sediment
yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan hasilnya
dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan
paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan;
atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
c. Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan
paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil sedikit
cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup
dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.
Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya
d. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah sehingga dapat
diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin. Darah yang
diambil adalah darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa tenggelam di
air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung kanan lebih
tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air pada
paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. Sedangkan
pada peristiwa tenggelam di air asin terjadi gangguan elektrolit dan
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri
lebih tinggi dari pada jantung kanan dan ditemukan buih serta
benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam
tipe II B (6)
3. Lain-Lain (2)
1) Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat.
Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :
Rambut kepala normal : 0,5 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 0,75 mg/ kg BB
Keracunan akut : 30 mg/ kg BB
Kuku normal : sampai 1 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 1 mg/ kg BB
Keracunan akut : 80 mikrog/ kg BB
Dalam
urin, Arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum, dan
dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan kronik, Arsen
tidak diekskresikan terus menerus (intermitten) tergantung pada intake.
Titik-titik basofil pada eritrosit dan lekosit muda mungkin ditemukan
pada darah tepi, menunjukkan beban sum-sum tulang yang
meningkat. Uji Kopro-porfirin urin akan memberikan hasil positif.
Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan infeksi.
Uji Reinsch
Berdasarkan
Hukum Deret Volta (sebagian deret Volta adalah : K Na Ca Mg Al Zn Fe Pb
H Cu As Ag Hg Au), unsur yang letaknya di sebelah kanan akan mengendap
bila ada unsur yang letaknya lebih kiri dalam larutan tersebut. Letak As
dalam deret adalah lebih kanan daripada Cu.
Cara pemeriksaan :
10
cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3. Celupkan
batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai
hitam dari As pada permukaan batang tembaga tersebut. Untuk membedakan
dari Ba, digunakan sifat sublimasi As.
2) Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin (tidak dapat diambil ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan.
Isi
lambung diambil jika ia menggunakan narkotika per-oral, demikian pula
hapusan mukosa hidung pada cara sniffling. Semprit bekas pakai dan sisa
obat yang ditemukan harus pula dikirim ke laboratorium.
Pada
pemakain cara oral, morfin akan cepat dikonjugasi oleh asam glukoronat
dalam sel mukosa usus halus dan hati sehingga bahan sebaiknya
dihidrolisis terlebih dahulu.
Terhadap
barang-barang bukti seperti bubuk yang diduga mengandung morfin, heroin
atau narkotika lainnya, dapat dilakukan berbagai pengujian. Pengujian
tersebut hanya dapat dilakukan terhadap benda bukti yang masih berupa
preparat murni atau pada tempat suntikan bila ternyata di tempat
tersebut masih terkumpul narkotika yang belum diserap dan tidak dapat
dilakukan terhadap bahan biologis seperti urin, darah, cairan empedu dan
lain-lain.
a. Uji Marquis :
Kepekaan
uji ini adalah sebesar 1 – 0,025 mikro gram. Reagen dapat dibuat dari 3
ml asam sulfat pekat ditambah 2 tetes formaldehid 40 %. Pada umumnya
semua narkotika akan memberikan reaksi warna ungu. (Morfin, heroin dan
codei + Marquis à ungu; Pethidine + Marquis à jingga).
Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas :
10
tetes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang memiliki
perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge ukuran 5 ml,
kemudian ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar selama 30 detik.
Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10 menit:
§ Hijau muda = negatif.
§ Kuning muda = 10 mikro gram.
§ Kuning coklat = 1 mg.
§ Merah coklat gelap = 10 mg.
b. Uji mikrokristal :
Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi warna Amrquis.
Caranya :
1 tetes larutan narkotika ditambahkan reagen dan dengan mikroskop, dilihat kristal apa yang terbentuk.
Hanging microdrop technique merupakan modifikasi untuk narkotika dengan pembentukan kristal agak lama.
Contoh :
§ Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 gr kadmium yodida + 2 gr kalium yodida) Ã kristal berbentuk jarum.
Kepekaan uji : 0,01 mikrogram
§ Morfin + kalium triodida à kristal berbentuk pirirng.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
§ Heroin + merkuri klorida à kristal berbentuk dendrit.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
§ Heroin + platinum klorida à kristal berbentuk roset.
Kepekaan uji : 0,25 mikrogram
§ Pethidin + asam pikrat pekat à kristal berbentuk roset berbulu.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
3) Untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh (2)
Untuk
pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikirim ialah isi lambung,
darah hati atau perifer, urin, ginjal, hati, sebagian otak dan lemak
pada kasus keracunan barbiturat golongan kerja sangat singkat.
Ada
5 macam metode ekstraksi (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan
hasil terbaik ialah ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar
dalam darah sangat rendah maka metode yang diapakai adalah metode asam
tungstat.
Konsentrasi
barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan jumlah yang besar
sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. Konsentrasi barbiturat
yang terbesar terdapat dalam otak dan hati yang bervariasi antara 2,5-8
mg/100 gr jaringan.
Dalam
keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masih tetap dapat
ditentukan (lebih kurang 25 % dari konsentrasi semula) sehingga dalam
melakukan penarikan kesimpulan, hal ini perlu diperhitungkan.
4) Pemeriksaan pada senjata api
a. Uji difenhidramin (2)
Uji
difenhidramin, terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan spektrofotometri
terhadap Sb pada tangan tersangka pelepas tembakan, terutama pada
senjata jenis revover merupakan salah satu cara pembuktian terhadap
pelaku penembakan.
b. Uji Parafin (6)
Uji
tradisional yang amata terkenal adalah tes Paraffin (tes Gonzalez, yang
menggunakan parafin), yang menggunakan parafin cair untuk mengambil
residu dari tangan dan kemudian menambahkannya dengan diphenylamine.
Tes
parafin tersebut sebetulnya tes yang tidak spesifik, sebab hanya
mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja sehingga tes ini juga dapat
memberikan hasil positif jika tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan,
pupuk, atau obat-obatan.
c. Tes Harrison & Gilroy (6)
Menggunakan
kasa yang telah dibasahi dengan asam chlorida. Bedanya dengan tes
parafin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi adanya unsur
logam mercury, antimony, barium atau timah hitam. Tentu harus diperhitungkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam tersebut.
BAB III
IMPLEMENTASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK SEDERHANA PADA KASUS TERTENTU
Kasus Infantisida
Keracunan InsektisidaLuka Tembak
Kasus Perkosaan
BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan
laboratorium forensic sederhana merupakan pemeriksaan yang tanpa
disadari dibutuhkan keberadaannya untuk membantu memperjelas suatu
kejadian dalam melakukan visum.
Pemeriksaan
laboratorium forensic sederhana yaitu pemeriksaan laboratorium yang
dalam pengerjaannya mudah, dengan alat dan reagen yang murah dan mudah
didapat namun memberikan nilai manfaat yang besar.
Macam-macam pemeriksaan laboratorium forensik sederhana :
- Pemeriksan laboratorium forensik darah
Tahapan pemeriksaan bila ditemukan bercak merah :
-
- Persiapan
- Tes penyaring (apakah bercak tersebut benar darah?)
Test yang paling sering dilakukan pada pemeriksaan ini adalah Test Benzidine,
Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah lama
dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup
bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk
melakukan pemeriksaan lainnya.
-
- Tes meyakinkan / konfirmasi
Gold Standarnya adalah test Teichman (Tes kristal haemin)
Hasil
positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang berbentuk
batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
Kesulitan
yang ditemui yaitu Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang
terlalu panas atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada
sampel.
-
- Pemeriksaan selanjutnya
i. Golongan darah & paternitas
Penentuan
jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi
elusi atau aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara
absorpsi elusi.
ii. Keracunan
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)
Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
2. Pemeriksaan Alkohol
Salah
satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah atau urin
yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway)
3. Pemeriksaan Insektisida
Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara tintimeter (Edson) dan cara paper-strip (Acholest).
4. Pemeriksaan Sianida
Uji kertas saring.
Kertas
saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, bila positif maka
warna akan berubah menjadi merah terang karena terbentuk
sianmethemoglobin.
2. Pemeriksaan laboratorium forensik cairan mani
a. Pemeriksaan spermatozoa (mikroskopis)
Dapat
dilakukan baik dengan pewarnaan maupun tanpa pewarnaan. Pemeriksaan
motilitas spermatozoa tanpa pewarnaan paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Sedangkan bila dilakukan
dengan pewarnaan, dianjurkan menggunakan pewarnaan malachite green
karena mudah dan baik untuk kepentingan forensik. namun perlu diingat
bahwa pemeriksaan ini tidak spesifik
b. Penentuan cairan mani (kimiawi)
Pertama-tama
dilakukan tes penyaring akan adanya bercak mani dengan reaksi
fosfaatase asam. Namun perlu diingat bahwa pemeriksaan ini tidak
spesifik. Bila hasil negatif (tidak ditemukan spermatozoa) bisa
dilakukan tes ulang dengan reaksi flourence.
Pada golongan sekretor dari cairan semen dapat ditentukan golongan darahnya denga cara absorpsi inhibisi.
Pemeriksaan
bercak mani pada pakaian, pertama kali dilakukan pemeriksaan dibawah
sinar UV, dimana bercak semen menunjukkan flouresensi putih.
Pemeriksaan
pria tersangka pelaku pemerkosa dapat dilakukan pemeriksaan cara lugol,
dengan catatan pelaku belum mencuci alat kelaminnya. Pada pemeriksaan
ini didapatkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung banyak glikogen dari glans penis pelaku.
B. Pemeriksaan laboratorium forensik cairan tubuh lainnya
a. Air liur
Pemeriksaan golongan darah pada air liur
Dilakukan
bila didapatkan jejas gigitan, dari air liur yang menempel dapat
dilakukan pemeriksaan golongan darah cara absorpsi inhibisi dengan
catatan golongan darah penggigit termasuk sekretor.
b. Urin
Pemeriksaan
untuk timbal. untuk skrining massal dalam menentukan timbal dapat
dilakukan cara fluoresensi dan uji koproporfirin III. Selain itu dapat
juga dilakukan pemeriksaan alkohol dengan teknik modifikasi mikrodifusi
(conway).
- Pemeriksaan laboratorium forensik rambut
Pada
pemeriksaan rambut yang pertama diperiksa adalah keasliannya, kemudian
diperiksa apakah rambut itu rambut manusia atau binatang. Selanjutnya
dilihat identitas pemilik rambut serta informasi-informasi lain yang ada
kaitannya dengan kejahatan. Langkah selanjutnya dilakukan identifikasi,
mencakup umur, jenis kelamin, dan ras.
- Pemeriksaan laboratorium forensik lain-lain
Pada
pemeriksaan laboratorium forensik juga mencakup pemeriksaan isi lambung
(pemeriksaan sianida) terdiri dari Reaksi Schonbein-Pagenstecher
(Reaksi Guajacol), Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin), Cara Gettler
Goldbaum, Kristalografi, Metoda Kopanyi, pemeriksaan organ mata mencakup
pemeriksaan Uji Nalorfin; dan organ paru-paru terdiri dari pemeriksaan makroskopik paru (Uji apung paru) dan mikroskopik paru-paru. pemeriksaan paru lainnya adalah pemeriksaan diatom, Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) dan Pemeriksaan Getah Paru
.
Pemeriksaan
lainnya dicontohkan pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin,
rambut dan kuku yang meningkat. Uji Kopro-porfirin urin akan memberikan
hasil positif. Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi dan
infeksi. Serta dilakukan pemeriksaan toksikologik yaitu Uji Reinsch, Uji
Gutzeit yang memperlihatkan noda coklat sampai hitam pada kertas
saring, Pada pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika
dilakukan uji Marquis dan uji mikrokristal.
Terdapat
juga pemeriksaan untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh,
sedangkan untuk pemeriksaan pada senjata api dapat dilakukan, uji
dipenhidramin dan Tes Harrison & Gilroy sedangkan untuk uji parafin
sudah jarang yang duganakan.
DAFTAR PUSTAKA
- Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98
- Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 167—96
- Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University Press, Inc.; 2003. p. 58
- Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. New York: Appleton-Century-Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389
- Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.233-36
- Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
- Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174
- Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66
- Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and Stains. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 203-20
- http://hukumonline.com/detail.asp?.id=18467&c1=berita