A . Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan hasil metabolisme. (Smeltzer and Bare, 2001)
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum.
Perikardium, melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam cincin ini secra fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria.
Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) yang dibawah control kesadaran, namun secara fungsional otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri pulmonalis terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi darah pada peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru.
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak.
Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).
2. Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
a. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999)
b. Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
c. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001)
3. Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi:
a. Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena terganggunya aliran darah pada otot jantung.
b. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
c. Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun.
d. Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung, mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial.
e. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
f. Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah jantung.
g. Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi miokardial.
h. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ).
Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.
• Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
• Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang mengakibatkan curah jantung berkurang
5. Manifestasi klinis
1) Edema pada tungkai
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar.
3) Asites
Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
4) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5) Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah jantung akan membaik dengan istirahat
6) Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah, katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertropi arterial dan ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia.
b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur katub dan area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, stenosis katub atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
f. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung.
g. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut memperburuk PPOM.
7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
Ø Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
Ø Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan farmakologis.
Ø Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebnihan dengan terapi diuretic, diet dan istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung, efek yang dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali kejantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel, yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.
8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik:
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
B. Konsep dasar keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari lima langkah penting yang harus dilakukan secara berurutan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara lain:
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan, penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi dan riwayat trauma
2) Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi/ disorientasi, koma,penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada ekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi klien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan abdomen, diare)
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare)
5) Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau buah (nafas aseton)
6) Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang (tahap lanjut dari ketoasidosis)
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri
Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati
8) Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)
9) Keamanan:
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita (Doenges,1999,hal : 726-728)
2. Diagnosa keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes melitus secara teoritis sebagai berikut:
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dngan ketidak seimbangan insulin.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
d. Perubahan persepsi perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dngan kurang mengingat dan kurang informasi.
3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi (Nursalam, 2001)
Tahapan dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program perintah medis.
Pada dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa (Doenges, et.all,1999):
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hiperglikemia.
Tujuan : Volume cairan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
- TTV Stabil
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Kadar elektrolit DBN
- Haluaran urine tepat secara individu
Intervensi:
1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal : 729)
2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernafasan yang berbau keton
R/ : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui prnafasan yang menghasilkan kompensasi alkoholis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal : 729)
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges, 1999, hal : 729)
4) Ukur berat badan setiap hari.
R/ : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti (Doenges, 1999, hal : 729)
b. Perubahan nutrisi kutang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakseimbangan insulin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Berat badan meningkat dalam 1bulan
- Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1) Timbang berat badan setiap hari.
R/ : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (Doenges, 1999, hal : 732)
2) Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik (Doenges, 1999m, hal : 732)
3) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan
R/ : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mempengaruhi intervensi (Doenges, 1999, hal : 732)
4) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai.
R/ : jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalamperencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang (Doenges, 1999, hal : 732)
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makanan
R/ : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien (Doenges, 1999, hal : 732)
c. Resiko tinggi infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
- tidak terjadi demam
- mendemonstrasikanperubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi (misalnya: cuci tangan).
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, pus pada luka, sputum purulen.
R/ : klien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang b/d klien termasuk kliennya sendiri.
R/ : mencegah timbulnya infeksi silang nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
3) Berikan perawatan kulit dengan masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering dan linen kering/ tidak berkerut
R/ : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
4) Posisikan klien pada posisi semi fowler.
R/ : memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang, menurunkan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
5) Bantu klien untuk melakukan higiene oral
R/ : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi (Doenges, 1999, hal : 735)
6) Berikan antibiotik yang sesuai
R/ : penanganan awal dapat mencegah timbulnya sepsis ( Doenges, 1999, hal : 735)
7) Pantau pemeriksaan lab seperti gula darah.
R/ : mendeteksi penggantian cairan dan terapi insulin (Doenges, 1999, hal : 735)
8) Berikan pengobatan insulin secara teratur.
R/ : membantu memindahkan glukosa kedalam sel sehingga merupakan gula darah (Doenges,1999, hal : 735)
d. Perubahan sensori perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil b/d ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit
Tujuan : kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/ minimal
Kriteria Hasil :
-klien mempertahankan tingkat mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu)
- mengenali adanya
- mengenali adanya kerusakan sensori, contohnya: penurunan ketajaman penglihatan
Intervensi:
1) Pantau TTV dan status mental
R/ : dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental ( Doenges, 1999, hal : 736)
2) Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya
R/ : menurunnya kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita (Doenges, 1999, hal : 736)
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak waktu istirahat klien
R/ : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir (Doenges, 1999, hal : 736)
4) Evaluasi lapang pandang, sesuai indikasi
R/ : edema retina, hemoragik atau katarak mengganggu penglihatan dan memerlukan terapi keperawatan (Doenges,1999, hal : 736)
5) Selidiki adanya keluahan nyeri dan kehilangan sensasi pada kaki
R/ : neuropati perifer dapat mengakibatkan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan kehilangan keseimbangan (Doenges, 1999, hal : 736)
e. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik
Tujuan :kelelahan tidak terjadi/ minimal
Kriteria hasil :klien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
R/ : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas (Doenges, 1999, hal : 737)
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat
R/ : Mencegah kelelahan yang berlebihan (Doenges,1999, hal 737)
3) Pantau nadi, frekuensi nafas sebelum/ sesudah melakukan aktivitas
R/ : Mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis (Doenges,1999, hal : 737)
4) Tindakan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang dapat ditoleransi
R/ : meningkatkan kepercayaan diri yang positif (Doenges,1999, hal : 737)
f. Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati
Tujuan : ketergantungan pada orang lain minimal
Kriteria Hasil :
- membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
- mandiri dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
1) Anjurkan klien mengekspresikan perasaan tentang penyakitnya
R/ : mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah (Doenges,1999, Hal : 738)
2) Kaji bagaimana kkien menangani masalahnya dimasa lalu
R/ : pengetahuan individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan (Doenges,1999, hal : 738)
3) Tentukan tujuan/ harapan dari klien atau keluarga
R/ : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan perasaan frustasi (Doenges,1999, hal :738)
4) Anjurkan klien untuk membuat keputusan berhubungan dengan perawatannya seperti ambulasi, waktu beraktivitas dan seterusnya
R/ :mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan (Doenges,1999,hal : 738)
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat dan kurang informasi
Tujuan : klien mempunyai pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
Kriteria Hasil :
- mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dan meminta informasi
- mengungkapkan masalah dan pemahaman tentang penyakit.
Intervensi:
1) bekerjasama dengan klien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
R/ : partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama klien dengan prinsip yang dipelajari (Doenges,1999,hal : 739)
2) diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah
R/ : kesadaran tentang pentingnya kontrol diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah (Doenges, 1999,hal : 739)
3) tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari
R/ : membantu melakukan kontrol penyakit dengan lebih baik (Doenges, 1999, hal : 739)
4) identifikasikan gejala hipoglikemia
R/ : dapat meningkatkan defeksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah kejadiannya (Doenges, 1999, hal : 739)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperwatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik.
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan denga cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sitematis pada status kesehatan klien.
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yang biasa disebut evaluasi akhir atau evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi satu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya mengguanakan format “ SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai, serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebeluimnya.