Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Etiologi Penyakit Hisprung
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
Gejala Penyakit Hisprung
Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Patofisiologi Penyakit Hisprung
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Pemeriksaan Tambahan pada Penyakit Hisprung
Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
Komplikasi Penyakit Hisprung
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.
Penatalaksanaan klien dengan Hisprung
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hisprung
A. Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).
C. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi :
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi. Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya
Pantau jumlah cairan kolostomi. Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi. Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
Intervensi :
Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan. Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
Pantau pemasukan makanan selama perawatan. Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
Pantau atau timbang berat badan. Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
Monitor tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Monitor cairan yang masuk dan keluar. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan. Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
Kaji terhadap tanda nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan. Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Berikan obat analgesik sesuai program. Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
Daftar Pustaka
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.