Selasa, 13 September 2011

ASKEP Syndrom Steven Johnson

 
A. Pengertian 


Sindrom Stevens Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di oritisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura.


B. Etilogi


Penyebab yang pasti belum diketahui, ada angapan bahwa sindrom ini merupakan eritema multiforme yang berat dan disebut eritema multifome mayor. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat secara sistemik. Obat-obatan yang disangka sebagai penyebabnya antara lain : penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik, (misal : derivate salisil / pirazolon, metamizol, metapiron, dan parasetamol) klorpromasin, karbamasepin, kinin antipirin, tegretol, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan infeksi (bakteri,virus, jamur, parasit) neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan.

C. Patofisiologi


Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro presitipasi sehingga terjadi aktivasi neutrofil yang kemudian melepaskan lysozim dan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat lysozim T yang tersensitisasi berkontrak kembali dengan antigen yang sama kemudian lysozim dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.



D. Tanda dan Gejala 


Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat berespons sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

  • Kelainan kulit
  • Kelainan selaput lendir di orifisium
  • Kelainan mata

1. Kelainan Kulit

Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.

2. Kelainan Selaput lender di orifisium

Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan.

Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal.

Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan Mata

Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.


E. Pemeriksaan Penunjang

  • Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
  • Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
  • Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.


F. Kompikasi 


Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimal.


G. Penatalaksanaan


Pada  sindrom Stevens Johnson pengangannya harus tepat dan cepat. Penggunaan obat kostikosteroid merupakan tindakan life-saving. Biasanya digunakan Deksamethason secara intravena, dengan dosis permulaan 4-6 X 5 mg sehari. Pada umumnya masa kritis dapat diatasi dalam beberapa hari dengan perubahan keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi.

Dampak dari terapi kortikosteroid dosis tinggi adalah berkurangnya imunitas, karena itu bila perlu diberikan antibiotic untuk mengatasi infeksi. Pilihan antibiotic hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspekrum luas dan bersifat bakterisidal. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein.

Hal lain yang perlu diperhatikan ialah mengatur kseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi. Bila perlu dapat diberikan infuse berupa Dekstrose 5% dan larutan Darrow.

Tetapi topical tidak sepenting terapi sistemik untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit  pada tempat yang erosif dapat diberikan sofratul atau betadin.

H. Pengkajian

1. Biodata Pasien :
  • Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Biodata Penaggung Jawab :
  • Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat.
3. Riwayat Kesahatan Pasien :
  • Riwayat Kesehatan Dahulu
  • Riwayat Kesehatan Sekarang
  • Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Kebiasaan Sehari-hari :
  • Makan dan Minum
  • Eliminasi : BAK dan BAB
  • Personal Hygiene
5. Pemeriksaan Fisik / Head To Toe

I. Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
  2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
  3. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
  4. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
  5. Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

J. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal

Kriteria Hasil :
  • Menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi :
  • Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi. Rasional : menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
  • Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut. Rasional : menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
  • Jaga kebersihan alat tenun. Rasional : untuk mencegah infeksi
  • Kolaborasi dengan tim medis. Rasional : untuk mencegah infeksi lebih lanjut
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan

Kriteria Hasil :
  • Menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi :
  • Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai. Rasional : memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan
  • Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
  • Hidangkan makanan dalam keadaan hangat. Rasional : meningkatkan nafsu makan
  • Kerjasama dengan ahli gizi. Rasional : kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit

Kriteria Hasil :
  • Melaporkan nyeri berkurang
  • Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Intervensi :
  • Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya. Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
  • Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit. Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
  • Pantau TTV. Rasional : metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
  • Berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional : menghilangkan rasa nyeri
4. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik

Kriteria Hasil :
  • Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
  • Kaji respon individu terhadap aktivitas. Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
  • Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien. Rasional : energi yang dikeluarkan lebih optimal
  • Jelaskan pentingnya pembatasan energi. Rasional : energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
  • Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien. Rasional : klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
5. Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis

Kriteria Hasil :
  • Kooperatif dalam tindakan
  • Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi :
  • Kaji dan catat ketajaman pengelihatan Rasional: Menetukan kemampuan visual
  • Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak. Rasional: Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.
  • Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan. Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
  • Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien. Rasional : Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.
Daftar Pustaka
  1. Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
  2. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
  3. Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
  4. Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
  5. Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
  6. Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.